Anggota Fortamas LIPI
BANDUNG,SUBANG DAN KARANGSAMBUNG

Media ini merupakan alat promosi usaha anda, bila anda ingin bergabung silahkan kirim e-mail pada :

fortamas.lipi.bdg@gmail.com

Kamis, 30 Agustus 2007

INFORMASI SUMBER SOLUSI

Seputaran tahun 1960-an dan saat ini, atmosfer organisasi saat ini telah berubah secara menakjubkan. Berbagai kekuatan arus telah memicu perubahan-perubahan tersebut. Seiring meningkatnya efek teknologi dan telekomunikasi yang telah berhasil “mengecilkan” ukuran dunia, pergerakan keragaman para pekerja (profesional) membawa nilai-nilai, perspektif dan ekspektansi yang berbeda di antara mereka (para pekerja). Kesadaran publik semakin lama semakin sensitif dan menuntut organisasi agar semakin profesial dan bertanggung jawab secara sosial. Seperti halnya negara-negara dunia ketiga, kita pun telah turut terlibat dalam persaingan pasar global dan melebarkan arena bagi aktivitas penjualan dan pelayanan. Organisasi pun akhirnya kini tidak hanya dituntut untuk bertanggung jawab kepada para stockholders (para pemegang saham) namun juga para stakeholders. Pada saat ini, dunia yang kita alami sudah sangat jauh berbeda dengan dunia yang kita alami sepuluh lima belas tahun yang lalu. Dunia ilmu juga tidak terlepas dari berbagai pengaruh ini. Terjadi perubahan Era, yang sekarang kita berada era informasi, bukan lagi era industrialisasi. Era dimana pemikiran linear yang bersifat mekanistik, yang menghasilkan kemajuan seperti yang kita alami saat ini, sudah mulai digoncang oleh hasil-hasil perkembangan ilmu yang baru, yang mendorong tumbuhnya suatu paradigma baru.
Sebagai hasil kekuatan perubahan di atas, organisasi didesak untuk mengadopsi “paradigma baru” atau melihat dunia saat ini secara lebih sensitif, fleksibel, dan mudah menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan para stakeholders. Banyak sudah organisasi yang telah melepaskan atau sedang melepaskan paradigma lama yang bersifat top-down, kaku, dan berstruktur hierarkis menuju pada bentuk-bentuk yang “organik” (fluid). Dengan perkataan lain, diperlukan mind set yang baru, baik dalam pemahaman maupun pengelolaan organisasi dan manusia yang ada di dalamnya.
Era industrialisasi dimulai dengan ditemukannya mesin uap oleh James Watt. Penemuan ini menyebabkan digantikannya tenaga manusia dengan tenaga mesin. Terjadi pemisahan antara manusia yang bekerja dengan alat produksi. Hal ini mendorong tumbuhnya pabrik-pabrik, dengan segala macam konsekuensi pengelolaannya. Mesin menjadi suatu alat utama dalam proses produksi untuk meningkatkan kesejahteraan. Pentingnya mesin ini merasuki semua aspek kehidupan manusia sehingga cara berpikir dan cara bertindak kita menjadi mekanistis. Metafora mesin menjadi suatu metafora yang dominan dalam era industrialisasi. Teknik-teknik pengelolaan yang dikembangkan dalam industrialisasi mengacu pada pandangan organisasi sebagai mesin dan memandang manusia sebagai salah satu bagian dari mesin (Morgan,G. 1998). Teknik-teknik manajemen yang berkembang dan mendominasi era industrialisasi dimulai dengan Scientific Management dari Taylor, yang berkembang lebih lanjut sesuai dengan tuntutan masyarakat antara lain Management by Objective [MBO], Management Science yang bersifat matematis untuk mengoptimalkan ”mesin” organisasi, Total Quality Management yang berusaha meningkatkan kualitas keluaran organisasi, Bussiness Process Reenginerring [BPR] yang menekankan pada penghilangan proses-proses produksi yang tidak memberikan nilai tambah untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi.
Kata kunci yang dipegang dalam era ini adalah “efisiensi”. Teknik motivasi dan teknik kepemimpinan yang berkembang dan dikembangkan dalam era ini juga menganggap manusia sebagai bagian dari alat produksi. Manusia harus dirangsang oleh sesuatu yang dari luar, extrinsic motivation, untuk berperilaku sesuai dengan keinginan organisasi seperti tehnik motivasi yang dikemukakan oleh Vrom, Porter & Lawler, teori Equity dari Adam. Teori-teori dan teknik-teknik kepemimpinan yang berkembang di era ini pun bersifat behaviouristik, yang menganggap manusia itu makhluk yang pasif, yang bisa digerakkan untuk kepentingan tertentu–dalam hal ini kepentingan organisasi. Teknik-teknik kepemimpinan dalam mengelola sumberdaya manusia pada era ini berdasarkan pada dua sumbu utama, yaitu “sumbu tugas” dan “sumbu manusia”. Dimulai dari model Ohio, dan dikembangkan lebih lanjut oleh University Michigan, menghasilkan berbagai teori dan model kepemimpinan seperti Managerial Grid dari Blake & Mouton, Situational Leadership dari Hersey Blanchard, Path Goal theory dari House & Mitchel, Contingency theory-LPC dari Fiedler, ataupun teori kepemimpinan Vroom, Yetton & Jago yang semuanya lebih bersifat preskriptif (Daft, Richard L., 2002).

Era informasi yang sedang kita masuki sekarang ini mengharuskan kita melihat dan menanggapi organisasi secara lain, karena organisasi sekarang ini berada dalam situasi lingkungan yang berlainan, dengan tantangan dan kondisi yang berbeda dengan era industrialisasi. Perubahan- perubahan terutama dalam ilmu fisika mendorong suatu pemahaman baru tentang dunia yang kita alami, termasuk pemahaman tentang manusia yang ada dalam dunia. ”Adanya” manusia dan cara mengadanya mendapatkan pemaknaan secara berbeda dalam cahaya ilmu yang berubah. Perbedaan cara pandang, yang dikenal sebagai perubahan paradigma berpikir dalam memandang dunia dan manusia dapat dilihat dari tabel di berikut.
Era informasi ini juga merubah drivers organisasi. Kepemilikan modal, sumberdaya alam, tenaga kerja yang murah, mesin, dan teknologi tidak lagi menjamin bahwa organisasi akan mampu berkiprah dengan baik dalam suatu populasi organisasi. Era sekarang sangat mementingkan pemilikan dan penguasaan pengetahuan para anggota organisasi, sehingga driver utama bagi kelangsungan hidup organisasi adalah kepemilikan pengetahuan para anggotanya. Pengetahuan para anggota organisasi ini perlu dikelola lebih baik yang dikenal sebagai knowledge management. Nonaka membagi pengetahuan yang dimiliki organisasi menjadi dua yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Tugas para pengelola organisasi adalah menjadikan tacit knowledge yang dimiliki anggota anggotanya menjadi explicit knowledge yang dimiliki bersama. Organisasi dalam era ini membutuhkan knowledge workers. Untuk dapat survive, organisasi sebaiknya mengubah pola pengelolaan sumberdaya manusia dalam organisasi, karena knowledge ini dimiliki oleh para anggota organisasi, dan akan keluar bersama anggota tersebut kalau dia meninggalkan organisasi. Bukan seperti mesin yang tetap tinggal dalam organisasi meskipun operatornya keluar dari organisasi.
Era knowledge economy membutuhkan karyawan-karyawan dan organisasi yang mampu melakukan proses pembelajaran secara terus- menerus, sehingga organisasi mampu menyesuaikan diri secara terus- menerus. Pembelajaran dalam organisasi tidak saja merupakan pembelajaran dari feedback negatif–yang disebut Argyris sebagai single loop learning, melainkan suatu proses pembelajaran yang dikenal sebagai double loop learning. Proses ini akan menghasilkan suatu learning organization (Senge, P. 1990).
Saat ini para pemimpin atau manajer organisasi/instansi harus berhadapan dengan arus perubahan yang cepat dan terus-menerus. Para pimpinan/manajer harus bekerja dengan pengambilan keputusan yang vital yang tidak dapat mengacu pada arah-arah pengembangan di masa yang lalu. Teknik-teknik manajemen harus secara berkesinambungan memperhatikan perubahan di lingkungan dan organisasinya, mengukur perubahan dan mengelolanya. Mengelola perubahan tidak hanya berarti mengendalikan saja namun juga mengadaptasinya atau bahkan mengarahkan sebagaimana mestinya.
Tentu saja hal ini membuat para pimpinan/manajer tidak dapat menguasai seluruh pemecahan masalah atau sumber daya bagi setiap situasi. Manajer seyogyanya mulai mempertimbangkan dan lebih mendengar pada para pegawainya. Konsekuensinya, bentuk baru sebuah organisasi menjadi hal yang umum dilakukan seperti, worker-centered teams, self-organizing dan self designing teams, dan sebagainya.
( nanan sumarna )

Selasa, 07 Agustus 2007

ADA APA DENGAN CITRA

Oleh : Nanan Sumarna

Sebuah nama klasik yang selalu disebut-sebut dalam nuansa seremonial, apakah itu untuk suatu penghargaan seseorang yang berprestasi atau penilaian khusus terhadap komunitas tertentu. Yang disebut Citra.

Citra menjadi perbincangan dikalangan para praktisi kehumasan. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Bandung menggelar seminar bertemakan “ Komunikasi dalam Peningkatan Citra kantor Pemerintah “. Pada hari selasa 24 Juli 2007 bertempat di gedung BIT-LIPI Lantai. 2 Jl. Sangkuriang Bandung . Seminar ini dimotori oleh komunitas kehumasan LIPI, dihadiri para praktisi humas pada pemerintahan, BUMN/D, Departemen-departemen juga mahasiswa dan wartawan. Acara tersebut sangat menarik, mendapat sambutan hangat, karena pembicara begitu atraktif dengan para peserta seminar.

Pembicara kunci adalah DR. Dewi K. Sudarsono MS dengan bahasa lugas, tertata, penyampaian yang menarik, sesuai dengan judul yang diberikan yaitu “ komunikasi efektif “ yang lebih menarik lagi seraya tersenyum “ komunikasi itu adalah sarana penyampaian yang jitu, apakah itu gagasan atau ide tentunya dengan prilaku positif “ katanya. Dari Humas LIPI disampaikan Heni Rosmawati,Msi “ banyak permasalahan yang dihadapi oleh intitusi terutama di internal LIPI sendiri, begitu manfaatnya peranan media cetak dan elektronik untuk mendongkrak citra “ . Menurut presenter TVRI yang bekerja di bagian hubungan masyarakat Biro Kerja Sama dan Pemasyarakatan Iptek-LIPI. Sesuai dengan yang dibahas tentang “ Mencitrakan LIPI Lewat Media “ mendapat aplause dari para peserta seminar. Wacana dalam membangun citra LIPI berbasis komunikasi dan teknologi informasi, yang dibawakan oleh Suryani Made Subaliati, memberikan tatanan informasi detail dalam hubungan vertikal / horizontal dikalangan peneliti juga dengan luar peneliti untuk mewujudkan komunikasi yang solid. Pembicara dari Kebun Raya Bogor LIPI senantiasa membeberkan peranannya dalam peningkatan citra yang di bawakan oleh Ace Subarna.
Dalam rangka memperkuat infrastruktur teknologi informasi dan citra komunikasi dari panel diskusi menghasilkan suatu terobosan informasi untuk membangun dan meningkatkan citra di lingkungan kantor pemerintahan, merupakan masukan yang sangat berharga dalam menumbuhkan semangat kinerja yang lebih baik dan memberikan peranan pada tatanan yang lebih strategis dalam manajemen pemasyarakatan IPTEK juga pada manajemen pemerintahan.

Kegiatan seminar yang berkelanjutan ini tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan media, industri, dan masyarakat komunitas lainnya. Juga diselenggarakannya pelatihan-pelatihan dan rencana acara yang bersekala nasional. LIPI kawasan Sangkuriang Bandung menyediakan fasilitas gedung dengan parkir yang luas dan sarana lainnya. Seminar berkelanjutan ini di organisir oleh forum Komunikasi pranata Humas ( Fortamas ) - LIPI Bandung di kendalikan Mustari T.A dan Sugiono, juga melalui redaktur Nanan Sumarna dari Warta Fortamas, sebagai media kegiatan kehumasan. Informasi kegiatan fortamas dapat diakses melalui internet http://www.fortamas-lipi.bdg.blogspot.com atau e-mail : fortamas.lipi.bdg@gmail.com